Judul Buku : Tak Kenal Maka Ta'aruf
Penulis : Asri Widiarti
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Jumadatas Tsaniyah 1431 H/Juni 2010
Tebal Buku : xxii + 162 halaman
Pernikahan adalah pertemuan dua jiwa. Setelah bertemu keduanya menyatu. Mengarungi kehidupan bersama. Mencipta harmoni dalam bahtera. Menebar cinta, menggapai cita. Berharap mencapai surga.
Disebabkan Islam tidak membenarkan pacaran dan interaksi non syar'i dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, bagaimana menjembatani agar dua jiwa yang hendak membangun rumah tangga saling mengenal? Pernikahan bukan sebuah uji coba yang dengan mudahnya dibatalkan karena ketidakcocokan yang bermula dari tidak-saling-kenal, bukan?
Allah sendiri menyatakan tiga hal yang hendak dituju oleh pernikahan: sakinah, mawaddah,rahmah.
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum : 21)
Dengan ketiga hal itu, sungguh dunia akan menjadi lebih indah. Seorang ikhwan yang tadinya berjuang sendirian, seorang akhwat yang sebelumnya hidup tanpa teman, tiba-tiba didampingi manusia yang paling menyemangati sekaligus mengasyikkan. Maka dakwah menemukan energinya yang baru, perjuangan menjadi berlipat kekuatannya. Bukankah itu adalah surga dunia?
Untuk menuju ke pernikahan yang demikian, dan menghindarkan dari peluang keretakan rumah tangga akibat tidak-saling-kenal, Islam memerintahkan nadhar "melihat" calon istri. Pun sebaliknya, akhwat memiliki hak serupa untuk mengetahui siapa calon suaminya.
Ta'aruf adalah nadhar yang dikembangkan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip Islam dan tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama yang sempurna ini. Maka seperti disebut penulis pada pengantar, sebagai salah satu sarana untuk mencapai pernikahan, setidaknya taaruf menjadi pengantar untuk meniadakan efek-efek negatif pacaran.
Lima Urgensi Ta’aruf
Buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini diawali dengan penjelasan urgensi ta’aruf. Ada lima poin urgensi ta’aruf yang disebutkan di bab 1 ini. Pertama, agar terhindar dari “membeli kucing dalam karung”. Dengan ta’aruf, diharapkan seorang ikhwan bisa mengetahui calon istrinya, demikian pula akhwat mengetahui calon suaminya; dari sisi din/agama, akhlak, wajah/penampilan, dan latar belakangnya.Kedua, ta’aruf adalah jembatan yang memperdekat jarak untuk melihat apakah calon memang cocok atau tidak. Ketiga, mempersempit ruang penyesalan setelah menikah. Keempat, timbulnya penerimaan dan kesadaran penuh dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kelima, menyederhanakan masalah atau langkah menuju pernikahan yang memang sederhana agar tidak berbelit-belit.
Adab dan Tata Cara Ta’aruf
Ada 10 adab ta’aruf yang dijelaskan oleh penulis dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini.
1. Membersihkan niat karena Allah
2. Berupaya menjaga kesucian acara ta’aruf
3. Kejujuran kedua belah pihak dalam ta’aruf
4. Nadhar (melihat) wajah
5. Menerima atau menolak dengan cara yang ahsan
6. Menetapi dan menjaga rambu-rambu syariah
7. Usahakan berpendamping (ada mediator, seyogyanya yang sudah menikah, amanah dan dapat dipercaya, adil terhadap kedua belah pihak, ikhlas, berakhlak baik, dan mengenal orang yang didampingi)
8. Memilih tempat yang tepat (bukan tempat mencurigakan seperti kamar kos yang sempit, dan lain-lain)
9. Menjaga rahasia ta’aruf (sebaiknya orang lain hanya tahu rencana pernikahan dari undangan)
10. Istikharah
Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?
Karena ta’aruf adalah sarana pertama menuju pernikahan, maka adakalanya ia berhasil lalu berlanjut ke khitbah dan akad nikah, ada kalanya pula ia tidak berlanjut ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf gagal? Asri Widiarti memberikan empat tips dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini. Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan? Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya. Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi. Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna.
Buku yang Kaya Pengalaman
Lebih dari separuh buku ini berisi pengalaman yang dibagikan kepada kita. Pengalaman itu terbagi tiga. Pertama, tanya jawab seputar ta’aruf yang dikumpulkan penulis ketika penulis menjawab pertanyaan di pengajian, radio, telpon, dan sms. Ada 35 pertanyaan yang ditulis di sini berikut jawabannya. Mulai yang menanyakan sejauh mana pertanyaan saat ta’aruf sampai mengapa calon suami yang shaleh mundur dari ta’aruf.
Kedua, bab ke-12 yang diberi judul romantika ta’aruf. Ini berisi sepuluh pengalaman pelaku ta’aruf. Dan, ketiga, cerita hati para pendamping ta’aruf. Bagian ini barangkali paling yang menarik untuk disimak. Ternyata, ada ikhwan yang ada-ada saja. Maksudnya, banyak kriteria yang diminta ketika hendak ta’aruf. Mulai dari standar muwashofat yang tinggi, hingga fisik yang “sempurna”.
Bagi Anda yang belum menikah, buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini akan membantu Anda untuk mengetahui lebih jauh dan detail mengenai ta’aruf, termasuk form data yang perlu diisi saat ta’aruf. Pengalaman penulis (khususnya dalam tiga bab terakhir) akan membuat kita mengerti lebih banyak tentang praktik ta’aruf, dan insya Allah membuat kita lebih dewasa menyikapi problem yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah ta’aruf. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin]
Penulis : Asri Widiarti
Penerbit : Era Adicitra Intermedia, Solo
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Jumadatas Tsaniyah 1431 H/Juni 2010
Tebal Buku : xxii + 162 halaman
Pernikahan adalah pertemuan dua jiwa. Setelah bertemu keduanya menyatu. Mengarungi kehidupan bersama. Mencipta harmoni dalam bahtera. Menebar cinta, menggapai cita. Berharap mencapai surga.
Disebabkan Islam tidak membenarkan pacaran dan interaksi non syar'i dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, bagaimana menjembatani agar dua jiwa yang hendak membangun rumah tangga saling mengenal? Pernikahan bukan sebuah uji coba yang dengan mudahnya dibatalkan karena ketidakcocokan yang bermula dari tidak-saling-kenal, bukan?
Allah sendiri menyatakan tiga hal yang hendak dituju oleh pernikahan: sakinah, mawaddah,rahmah.
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum : 21)
Dengan ketiga hal itu, sungguh dunia akan menjadi lebih indah. Seorang ikhwan yang tadinya berjuang sendirian, seorang akhwat yang sebelumnya hidup tanpa teman, tiba-tiba didampingi manusia yang paling menyemangati sekaligus mengasyikkan. Maka dakwah menemukan energinya yang baru, perjuangan menjadi berlipat kekuatannya. Bukankah itu adalah surga dunia?
Untuk menuju ke pernikahan yang demikian, dan menghindarkan dari peluang keretakan rumah tangga akibat tidak-saling-kenal, Islam memerintahkan nadhar "melihat" calon istri. Pun sebaliknya, akhwat memiliki hak serupa untuk mengetahui siapa calon suaminya.
Ta'aruf adalah nadhar yang dikembangkan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip Islam dan tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama yang sempurna ini. Maka seperti disebut penulis pada pengantar, sebagai salah satu sarana untuk mencapai pernikahan, setidaknya taaruf menjadi pengantar untuk meniadakan efek-efek negatif pacaran.
Lima Urgensi Ta’aruf
Buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini diawali dengan penjelasan urgensi ta’aruf. Ada lima poin urgensi ta’aruf yang disebutkan di bab 1 ini. Pertama, agar terhindar dari “membeli kucing dalam karung”. Dengan ta’aruf, diharapkan seorang ikhwan bisa mengetahui calon istrinya, demikian pula akhwat mengetahui calon suaminya; dari sisi din/agama, akhlak, wajah/penampilan, dan latar belakangnya.Kedua, ta’aruf adalah jembatan yang memperdekat jarak untuk melihat apakah calon memang cocok atau tidak. Ketiga, mempersempit ruang penyesalan setelah menikah. Keempat, timbulnya penerimaan dan kesadaran penuh dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kelima, menyederhanakan masalah atau langkah menuju pernikahan yang memang sederhana agar tidak berbelit-belit.
Adab dan Tata Cara Ta’aruf
Ada 10 adab ta’aruf yang dijelaskan oleh penulis dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini.
1. Membersihkan niat karena Allah
2. Berupaya menjaga kesucian acara ta’aruf
3. Kejujuran kedua belah pihak dalam ta’aruf
4. Nadhar (melihat) wajah
5. Menerima atau menolak dengan cara yang ahsan
6. Menetapi dan menjaga rambu-rambu syariah
7. Usahakan berpendamping (ada mediator, seyogyanya yang sudah menikah, amanah dan dapat dipercaya, adil terhadap kedua belah pihak, ikhlas, berakhlak baik, dan mengenal orang yang didampingi)
8. Memilih tempat yang tepat (bukan tempat mencurigakan seperti kamar kos yang sempit, dan lain-lain)
9. Menjaga rahasia ta’aruf (sebaiknya orang lain hanya tahu rencana pernikahan dari undangan)
10. Istikharah
Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?
Karena ta’aruf adalah sarana pertama menuju pernikahan, maka adakalanya ia berhasil lalu berlanjut ke khitbah dan akad nikah, ada kalanya pula ia tidak berlanjut ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf gagal? Asri Widiarti memberikan empat tips dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini. Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah. Bukankah lebih baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada menikah tetapi tidak ada kecocokan lalu timbul perselisihan dan banyak permasalahan? Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-Nur : 26 bahwa perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, demikian sebaliknya. Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk melakukan ta’aruf lagi. Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi ta’aruf yang gagal membuat kita tersadar ada kelemahan yang harus diperbaiki. Dengan demikian kita menjadi lebih baik dan sempurna.
Buku yang Kaya Pengalaman
Lebih dari separuh buku ini berisi pengalaman yang dibagikan kepada kita. Pengalaman itu terbagi tiga. Pertama, tanya jawab seputar ta’aruf yang dikumpulkan penulis ketika penulis menjawab pertanyaan di pengajian, radio, telpon, dan sms. Ada 35 pertanyaan yang ditulis di sini berikut jawabannya. Mulai yang menanyakan sejauh mana pertanyaan saat ta’aruf sampai mengapa calon suami yang shaleh mundur dari ta’aruf.
Kedua, bab ke-12 yang diberi judul romantika ta’aruf. Ini berisi sepuluh pengalaman pelaku ta’aruf. Dan, ketiga, cerita hati para pendamping ta’aruf. Bagian ini barangkali paling yang menarik untuk disimak. Ternyata, ada ikhwan yang ada-ada saja. Maksudnya, banyak kriteria yang diminta ketika hendak ta’aruf. Mulai dari standar muwashofat yang tinggi, hingga fisik yang “sempurna”.
Bagi Anda yang belum menikah, buku Tak Kenal Maka Ta’aruf ini akan membantu Anda untuk mengetahui lebih jauh dan detail mengenai ta’aruf, termasuk form data yang perlu diisi saat ta’aruf. Pengalaman penulis (khususnya dalam tiga bab terakhir) akan membuat kita mengerti lebih banyak tentang praktik ta’aruf, dan insya Allah membuat kita lebih dewasa menyikapi problem yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah ta’aruf. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar